Bandara Berlin Brandenburg: Dari Simbol Revitalisasi Berlin ke Simbol Kegagalan Proyek Terbesar

Photo: Günter Wicker / Flughafen Berlin Brandenburg GmbH

Airportman.id – Bandara Berlin Brandenburg adalah bandara yang berlokasi di Berlin, Jerman yang secara resmi beroperasi pada tanggal 31 Oktober 2020. Bandara yang memiliki IATA code BER ini merupakan bandara tersibuk ketiga di Jerman setelah Bandara Frankfurt (FRA) dan Munich (MUC) di tahun 2021.

Berbicara sejarah Bandara Berlin Brandenburg terutama tentang pembangunannya, akan lebih banyak ditemukan permasalahan dibanding cerita sukses yang bahkan nyaris tidak ada. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Bandara Berlin Brandenburg yang semula akan menjadi simbol revitalisasi Berlin setelah runtuhnya tembok yang memisahkan bagian barat dan timur kota tersebut hingga menjadi salah satu skandal kegagalan proyek infrastruktur bandara terbesar yang tercatat dalam sejarah.


Gagasan Awal dan Permulaan yang Sulit

Gagasan tentang bandara ini dimulai sejak runtuhnya tembok yang memisahkan Berlin Barat dan Berlin Timur pada tahun 1989. Ketika itu sebagian besar politikus sepakat bahwa sangat perlu dibangun bandara baru sebagai pengganti bandara-bandara yang telah ada di Berlin, yaitu Tempelhof (THF), Tegel (TXL) dan Schoenefeld (SFX).

Beberapa bulan sebelum Reunifikasi Jerman, di bulan Oktober 1990, sebuah kelompok kerja yang terdiri dari perwakilan Pemerintah Jerman Barat dan Timur mulai bekerja untuk mencari lokasi untuk bandara baru ibu kota Jerman tersebut. Namun lokasi final baru ditetapkan 6 tahun kemudian (1996) yaitu di dekat Bandara Schoenefeld. Alasan Pemerintah Republik Federal Jerman dan Negara Bagian Berlin dan Brandenburg memilih lokasi tersebut karena mereka menginginkan Bandara Schoenefeld menjadi bandara tunggal di Berlin dan menutup Bandara Tempelhof dan Tegel.

Pada tanggal 2 Mei 1991, pemerintah Jerman memutuskan untuk memprivatisasi perusahaan holding bandara yang kemudian diberi nama Berlin Brandenburg Flughafen Holding GmbH (BBF) sebagai operator Bandara Berlin Brandenburg dan juga memutuskan bahwa pembangunan, pengembangan dan operasional bandara akan dilakukan dan dibiayai oleh swasta.

Namun dalam perjalanannya, hal tersebut gagal terlaksana karena adanya kegagalan proses pelelangan yang akhirnya diputuskan bahwa pembangunan bandara akan dibiayai menggunakan anggaran publik.

BBF kemudian berubah nama menjadi Flughafen Berlin Brandenburg GmbH (FBB) dan konstruksi Bandara Berlin Brandenburg dimulai di tahun 2006.



Penundaan Operasional Bandara Berkali-kali

Bandara Berlin Brandenburg semula dijadwalkan akan dibuka pertama kali pada tanggal 31 Oktober 2011. Namun dalam perjalanannya, penundaan terjadi berkali-kali hingga akhirnya dibuka secara resmi pada tanggal 31 Oktober 2020 atau 9 tahun kemudian.

Ada berbagai permasalahan yang mendasari penundaan-penundaan yang terjadi, seperti kebutuhan perluasan area security screening akibat regulasi seputar batasan membawa cairan, aerosol dan gel oleh Uni Eropa dan permasalahan teknis pada sistem instalasi keselamatan kebakaran yang hanya 56% yang siap dioperasikan hingga menyebabkan Direktur Teknik saat itu (2012) dipecat.

Selain itu permasalahan lain seperti jumlah pintu yang salah penomoran, saklar lampu yang seharusnya tidak dapat diakses penumpang dapat ditemukan dengan mudah, hingga atap yang beratnya dua kali lipat dari yang seharusnya juga menjadi alasan penundaan operasional bandara. Tentu saja masih banyak lainnya.

Ketidakmampuan Mengelola Proyek dan Kurangnya Transparansi

Menurut Jobst Fiedler dan Alexander Wendler dalam Working Paper mereka yang berjudul “Public Infrastructure Project Planning in Germany: The Case of the BEE Airport in Berlin-Brandenburg” (2015), ada beberapa permasalahan kunci yang menjadi penyebab kegagalan proyek Bandara Berlin Brandenburg.

Yang pertama, tidak ada Dewan Proyek atau Tim Pengarah Proyek yang diberdayakan untuk melakukan serangkaian pengambilan keputusan, mempekerjakan, memberhentikan dan memantau tim manajemen yang bertanggung jawab atas proyek tersebut. Terdapat Dewan Pengawas namun mereka cenderung tidak memahami apa yang harus mereka kerjakan.

Hal itu senada dengan pernyataan Profesor Genia Kostka dari Universitas Freie Berlin, dikutip dari BBC.com, “Dewan Pengawas banyak diisi oleh para politikus yang tidak mengerti bagaimana mengawasi suatu proyek. Mereka yang bertanggung jawab atas keputusan-keputusan penting.”

Kemudian, tidak adanya transparansi dari Dewan Pengawas kepada Parlemen dan masyarakat, padahal proyek tersebut dibiayai dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat Jerman.

Secara keseluruhan, ketidaktahuan dan optimisme yang tidak berdasar dari manajemen FBB dan sponsor mengalahkan perhatian dan pengetahuan tentang risiko. Kemungkinan akan terjadinya kegagalan tidak pernah ditanggapi dengan serius. Kontingensi waktu dan biaya yang memadai tidak disertakan, sehingga pengambilan keputusan hanya didorong oleh biaya. Informasi-informasi yang kurang disukai, yang diberikan oleh konsultan sekalipun, seringkali tidak ditanggapi ataupun diteruskan.

Hal-hal Menarik Lainnya

  • Bandara Berlin Brandenburg dibangun dengan biaya total mencapai 7 milyar Euro atau kurang lebih 100 triliun Rupiah, jauh lebih besar dari rencana awal yang ‘hanya’ sebesar 2 milyar Euro atau kurang lebih 30 triliun rupiah. Hal ini tidak sesuai dengan reputasi Jerman yang terkenal sangat efisien.
  • Kepala Arsitek, Meinhard von Gerkan tidak suka berbelanja di bandara. Dalam bukunya yang berjudul Blackbox BER, dia berpendapat, “Sebagian besar penumpang tidak memiliki hasrat untuk berbelanja. Kenapa aku harus menyeret kemana-mana dua botol whiskey yang harganya kemahalan dalam kantong plastik, seperti seorang pengemis?”. Ketidaksukaannya tersebut ia tuangkan ke dalam desain Bandara Berlin Brandenburg, dimana ia meminimalisir area perbelanjaan di dalam terminal. Namun hal tersebut pada akhirnya disadari oleh manajemen FBB, walaupun nyaris terlambat, sehingga mereka harus menambahkan area perbelanjaan lagi kedalam desain terminal.
  • Maskapai berbiaya rendah (Low-Cost Airlines) sedang naik daun pada saat bandara sedang dibangun. Maskapai LCC kebanyakan tidak menggunakan garbarata pada saat menaikkan dan menurunkan penumpang karena akan menambah biaya operasional mereka. Sementara itu, desain Bandara Berlin Brandenburg seluruh gate-nya menggunakan garbarata dan tidak dapat mengakomodir maskapai LCC. Ketika itu, salah satu anggota Dewan Pengawas yang juga Walikota Berlin pada saat itu, Klaus Wowereit, tidak ingin ada pengurangan fasilitas seperti akses gate tanpa garbarata hanya untuk mengakomodir LCC. Ia bersikeras bahwa seluruh Gate harus mampu mengakomodir Airbus A380, walaupun tidak ada maskapai yang berencana untuk memboyong pesawat tersebut ke Berlin. Pada akhirnya, produksi A380 dihentikan bahkan sebelum Bandara Berlin Brandenburg selesai dibangun, dan mereka akhirnya menambahkan area khusus lagi untuk mengakomodir maskapai LCC karena perkembangan mereka yang semakin pesat.
  • Bandara Berlin Brandenburg ‘dibangun’ sebanyak dua kali. Yang pertama kali tidak dibangun dengan baik, dan yang kedua kalinya dibangun dengan lambat. Terdapat kurang lebih 150.000 kesalahan atau cacat yang terjadi pada pada pembangunan pertama kali atau sebelum 2012. Hal ini menyebabkan kontraktor harus melakukan renovasi dan perbaikan terhadap konstruksi yang ada. Bahkan mereka harus melepas ribuan kilometer kabel yang terpasang dan menggantinya dengan yang baru.



Picture of Giovanni Pratama

Giovanni Pratama

Bagikan artikel ini di media sosial Anda:

3 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian