Bandara Kai Tak Hong Kong: Mengapa Disebut Bandara Paling Berbahaya di Masanya?

Photo by Frederic J Brown/Getty Images

Airportman.id – The History Channel pada  program the most extreme airport tahun 2010 melansir beberapa bandara paling berbahaya di dunia, satu diantaranya adalah Bandara Internasional Kai Tak (HKG) di Hong Kong. Berada di pusat pertumbuhan ekonomi Hong Kong, Kowloon Bay, Bandara Kai Tak dikelilingi obstacle berupa puluhan gedung pencakar langit. Tidak itu saja bandara ini juga dikelilingi pegunungan, bukit dan lautan yang ramai oleh lalu lalang kapal melintas. Cuaca yang tidak menentu mengakibatkan angin samping (crosswinds) juga menambah adrenalin ketika proses pendaratan. Tidak sembarang pilot bisa mendaratkan pesawatnya di sini, perlu pelatihan khusus terutama ketika diharuskan mendarat di runway nomor 13 dengan melalui serangkain prosedur yang unik dan sangat berbahaya.

Kini 25 tahun sejak Bandara Kai Tak telah berhenti beroperasi dan digantikan oleh Bandara Chek Lap Kok (masih menggunakan IATA code HKG) yang jauh lebih aman dan luas, namun kenangan deru jet-jet super jumbo melayang dan meliuk sangat rendah di atas penduduk Kowloon akan terus dikenang.

Prosedur mendarat di runway 13 adalah tahapan yang paling berbahaya di BIKT. Pilot akan diarahkan untuk terbang menuju IGS (Instrument Guidance System) yg berada di sebuah bukit checkerboard hill. Pada proses approaching ini posisi ketinggian pesawat berada di kanan-kiri bukit yang lebih tinggi. Sesuai namanya bukit ini dicat sedemikian rupa berbentuk kotak-kotak seperti papan catur raksasa berwarna putih dan jingga yang dapat terlihat secara visual dalam jarak 4 km. Begitu pilot melihat tanda ini mereka harus berbelok secara tajam 46 derajat ke kanan dengan kecepatan 220 miles per jam dan  beberapa saat kemudian pesawat harus touch down di aiming area. Checkerboard hill terletak hanya dua miles dari ujung landasan. Manuver ekstrem yg berbahaya ini dilakukan diantara gedung-gedung tinggi dan ketinggian hanya puluhan meter diatas pemukiman padat penduduk.

Manuver “45-degree turn” yang harus dilakukan pilot terlatih untuk dapat mendarat di Bandara Kai Tak. (Foto oleh Daryl Chapman via CNN Travel)

Untuk membantu pilot menemukan landasan selepas checkerboard hill, Bandara Kai Tak menyediakan lampu pendaratan ALS (Approach Lighting System) melengkung sesuai arah pendaratan pesawat. Lampu-lampu berkedip sekuensial yang dikenal sebagai rabbit lights ini menyala selama 24 jam dan beberapa diantaranya bahkan dipasang diatas gedung-gedung hunian. Untuk menghindari kesalahan identifikasi oleh pilot, bangunan lain di sekitar lampu-lampu pendaratan dilarang menggunakan lampu berkedip atau lampu yang dapat mengganggu penerbangan.

Approach Light yang dipasang pada salah satu bangunan di Hong Kong kala itu. (Sumber: Wikimedia Commons)

Keberangkatan dari runway nomor 13 juga memiliki tantangan tersendiri. Sebagai permulaan yang pendek, begitu mengudara pesawat harus berbelok tajam untuk menghindari Beacon Hill dan Lion Rock, dua gunung yang menjulang setinggi sekitar 1.600 kaki.

Bandara Kai Tak dibangun pada tahun 1925 di atas tanah reklamasi. Pada tahun-tahun awal Bandara Kai Tak digunakan sebagai lokasi untuk penerbangan klub aviasi. Pada era Perang Dunia II digunakan sebagai pangkalan militer Jepang kemudian direbut pasukan Amerika Serikat dan sekutunya. Mulai tahun 1946 Bandara Kai Tak digunakan sebagai home base maskapai Cathay Pasific dengan armada pertamanya C-47 dakota bekas AS.

Pertumbuhan lalu lintas penerbangan yang naik signifikan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Hong Kong, membuat otoritas Bandara Kai Tak melakukan beberapa tahap pengembangan fasilitas. Pertumbuhan ekonomi yang selalu diatas 5% membuat pengembangan bandara terus dilakukan dalam selang waktu beberapa tahun saja. Perluasan fasilitas bandara tahap satu sampai tiga dilakukan pada era 1960-an meliputi pembangunan landasan dengan panjang 3.331,5 meter, terminal penumpang, terminal kargo dan fasilitas hanggar maintenance. Pengembangan tahap 4 berupa perluasan terminal penumpang selesai pada tahun 1981. Empat tahun kemudian pengembangan tahap 5 dimulai dan selesai di tahun 1988. Pengembangan ini meningkatkan kapasitas bandara menjadi 18 juta penumpang setiap tahun.

Penambahan dan perluasan fasilitas bandara terus dilakukan. Pada tahun 1991, Terminal Kargo untuk menyediakan kapasitas penanganan kargo udara sebesar 1,5 juta ton per tahun mulai digunakan. Pada tahun 1992, perluasan Apron Timur yang menyediakan 4 tempat parkir tambahan untuk pesawat B747 – 400 dan parkir pesawat narrow body telah selesai. Akhirnya, pada tahun 1994 perluasan South Apron menyediakan 11 tempat parkir lagi untuk pesawat B747. Kapasitas desain bandara naik signifikan  mencapai 24 juta penumpang per tahun.

Bandara Kai Tak difoto pada Januari 1995 (Foto oleh Calistemon via Wikimedia Commons)

Pada tahun 1996, Bandara Kai Tak mencapai tonggak sejarah penting ketika berhasil mencapai 29,5 juta penumpang internasional dan 1,56 juta ton kargo internasional menjadikannya Bandara tersibuk ketiga di dunia untuk penumpang internasional dan pertama di dunia untuk pengiriman kargo internasional.

Sebelum ditutup pada 5 Juli 1998, Bandara Internasional Kai Tak tercatat memiliki satu landas pacu dimensi 3.331,5 meter dan lebar 61 meter, satu parallel taxiway dengan jarak yang sangat dekat dengan runway, dan 81 aircraft stand yang sebagian besar diperuntukan untuk pesawat wide body seperti Boeing B747-400 atau DC-10. Saat ini area bandara digunakan sebagai area hijau, komersial, dan terminal ferry. Bangunan terminal penumpang akhirnya dihancurkan, yang sangat disayangkan oleh aviation enthusiast, namun bukit Checkerboard telah direstorasi untuk mengenang kejayaan Bandara Kai Tak.

Bukit “Papan Catur” atau Checkerboard Hill kini. (Foto: Nam Cheah via Laugh Travel Eat)
Ridwan Harry

Ridwan Harry

Bagikan artikel ini di media sosial Anda:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian