Airportman.id – Definisi pakem tentang Bandar Udara adalah tempat peralihan moda transportasi dari darat ke udara atau sebaliknya. Definisi ini agaknya sudah usang. Bandar udara bukan lagi sekadar tempat peralihan transportasi. Akan tetapi, dalam perkembangannya telah menjelma menjadi sebuah entitas pembentuk peradaban yang mampu menumbuh-kembangkan simpul-simpul perekonomian. Dalam istilah yang lebih populer dan canggih, ia telah bertranformasi sebagai sebuah aerotropolis dimana
airport city menjadi inti gagasan yang pernah diusulkan oleh
John D. Karsada, salah seorang akademisi Amerika dan Pimpinan perusahaan Konsultan yang bergerak di bidang pengembangan ekonomi industri penerbangan.
Bandar udara sebagai salah satu produk dari Industri
Architecture, Enginering & Construction (AEC) dapat dikatakan satu-satunya atau setidaknya salah satu dari infrastruktur bangunan yang hidup. Diksi ini bukanlah kiasan. Ia adalah makna sesungguhnya, terutama bagi bandara-bandara yang memiliki layanan operasional 24 jam
non-stop. Ia hidup sebagai sebuah layanan dan pada sisi lain memberi penghidupan bagi komunitas yang hidup di dalam dan sekitarnya. Bandara dirancang-bangun tak sekedar menonjolkan aspek estetik belaka yang memuat simbol identitas dan
local genius, atau sekadar pemenuhan standar teknis baku dan kaku dengan segala lika-liku seperangkat peraturan yang terkadang justeru membelenggu. Ia harus didekati dengan prinsip-prinsip atau kaidah operasional-layanan yang humanis.
Salah satu faktor kunci dari sebuah organisasi ialah pemimpin. Ia harus memiliki gagasan besar tujuan organisasi, kemudian berperan mengarahkan dan memutuskan kebijakan-kebijakan organisasi. Ia harus memahami medan yang dilalui. Menetapkan strategi untuk mencapai tujuan. Begitu pula organisasi proyek rancang-bangun bandara, harus dipimpin oleh
leader yang memiliki kapabilitas sesuai konteksnya. Apabila boleh berandai-andai, perlu adanya keberanian keluar dari pakem bahwa pimpinan proyek pembangunan bandara perlu dari seseorang yang setidaknya memahami falsafah pelayanan bandara baik secara teoritis maupun praksis. Tradisi pimpinan proyek yang dipunggawai oleh orang-orang teknik yang minim pengalaman pelayanan dan operasional perlu diminimalisir. Atau setidaknya perlu adanya pembekalan dan pelatihan tatanan operasional-layanan yang intensif dan berjenjang bagi para pelaku rancang-bangun bandara. Rasa-rasanya, dengan pola tersebut, dimana fungsi operasi sebagai leader, proses tambal sulam program ruang dan perubahan-perubahan kontrak karena alasan operasional, dapat diminimalisir. Kecuali, bila masih terjebak pada praktik lemahnya fungsi Konsultan MK/Pengawas pada aspek teknis dan administrasi, pimpinan proyek akan dibebani persoalan-persoalan teknis belaka. Atau bila perlu, pengetahuan mendalam soal operasional-layanan bandara menjadi persyaratan dan poin utama dalam proses seleksi calon konsultan MK/Pengawas.
Rancang-bangun Bandara setidaknya berpijak pada dua hal: memahami perilaku transportasi berikut seperangkat peralatan di dalamnya serta perikalu manusia baik pemberi maupun pengguna layanannya. Sintesis pemahaman tersebut melahirkan produk yang tidak sekedar perwujudan fisik, tapi suatu ekosistem terpadu dalam kerangka sistem dan tatanan yang harmonis. Formula-formula matematis, seperangkat standar dan regulasi, serta hal-hal yang terkait masing-masing disiplin keilmuan teknis menjadi basis pendukung penciptaan ekosistem tersebut.
Pesatnya perkembangan teknologi, terutama teknologi digital bergulir begitu cepat. Termasuk dalam industri AEC juga inovasi digital lainnya terkait industri kebandarudaraan. Hadirnya teknologi
BIM misalnya, ia telah mengubah cara merencanakan, merancang, membangun, mengoperasikan serta memelihara suatu fisik bangunan dalam siklus hidupnya. BIM hadir sebagai representasi digital fisik aset bangunan dengan seperangkat informasi di dalamnya untuk tujuan pelbagai pola simulasi pada setiap fase siklus hidupnya. Penggunaannya dianggap mampu meminimalisir problem-problem laten industri AEC, terutama dengan hadirnya suatu konsep Open BIM yang netral vendor menjadikan lintas platform aplikasi bertukar model 3D dan informasi melalui mekanisme interoperabilitas.
Kemudahan dan kemajuan teknologi digital tetaplah menjadi sebuah
tool, alat bantu dalam sebuah rancang-bangun fisik bangunan. Peran manusia sebagai pencipta ide dan gagasan, setidaknya sejauh ini belum dapat tergantikan karena dua hal, intuisi dan nurani yang dimiliki. Pada titik ini, rancang-bangun sebuah bandara tak sekedar perwujudan fisik bangunan belaka, tapi merancang sebuah pelayanan. Pada titik yang lebih filososif dan puitis, ia sebuah aktifitas penciptaan perpaduan tatanan teknologi dan komunal yang humanis.
Profesor Allan Jacob pernah berpesan kepada salah seorang mahasiswa magisternya 20 tahunan silam,
Ridwan Kamil – salah seorang Gubernur cum Arsitek kondang-, bahwa prinsip dasar
urban design sejatinya menjadikan peruntukan kota bagi manusia, bukan untuk kendaraan. Lalu, dalam rancang-bangun sebuah bandara, sejatinya peruntukannya untuk pesawat terbang ataukah manusianya?