Airportman.id – Bandara Heathrow London (LHR) terletak di sebelah barat London 23 kilometer dari Central London. Bandara ini memiliki luas tidak kurang dari 1.200 ha atau 25% lebih kecil dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng. LHR dikelilingi beberapa pedesaan/ kawasan pemukiman yang cukup padat seperti Longford, Harmondsworth, Sipson, Harlington, Cranfold, Stanwell, dan beberapa kawasan pemukiman lainnya. Cukup padatnya hunian disekitar bandara ini menimbulkan beberapa isu di kemudian hari antara lain persoalan kebisingan, yang mengakibatkan penumpang membayar sejumlah kompensasi pada harga tiketnya, dan penolakan pembangunan runway ketiga yang rencananya akan dibangun di sisi utara bandara oleh warga sekitar.
Pada awalnya bandara ini adalah air strip milik Richard Fairey seorang desainer pesawat. Lahan seluas 60 ha yang dibeli pada tahun 1930 ini digunakan sebagai area uji coba pesawat rancangannya hingga pecah Perang Dunia Kedua. Pada tahun 1940 ketika Inggris ikut serta dalam Perang Dunia Kedua air strip ini digunakan oleh Angkatan Udara Inggris (Royal Air Force) sebagai pangkalan udara militer. RAF menempatkan skadron bomber jarak jauhnya, Avro Lancaster, di bandara ini. Ketika perang dunia berakhir tahun 1945 bandara ini diserahkan kepada Jawatan Penerbangan Sipil Inggris.
Untuk mendukung kebutuhan pergerakan penumpang pesawat di London dan sekitarnya, London Heathrow bersama lima bandara lain seperti Gatwick (LGW), Luton (LTN), Stansed (STN), City Airport (LCY), dan Southend (SEN) membentuk sistem multi-airport. Dengan 6 bandara ini pada tahun 2018 tercatat pergerakan penumpang di London tidak kurang dari 177 juta penumpang. Proporsi terbesar adalah London Heathrow (LHR) sebanyak 80 juta pax dan juga menjadikannya bandara tersibuk di Eropa.
Layout Runway dengan Pattern Bintang David
Pada tahun 1946 Bandara Heathrow mulai melayani penerbangan sipil. Penerbangan perdana saat itu oleh pesawat jenis starlight yang merupakan modifikasi dari pesawat pengebom Avro Lancaster dengan tujuan Buenos Aires. Untuk melayani pergerakan pesawat LHR dilengkapi dengan enam runway dan beberapa parking stand. Dua runway dengan nomor runway 09-27 berada di sisi utara dan selatan terminal penumpang dengan panjang ±2.900 m dan empat runway lain dengan posisi diagonal terhadap runway 09-27 dengan panjang bervariasi antara 1.800 m sampai 2.200 m. Layout desain dari ke-enam runway ini terlihat seperti pola bintang david pada bendera Israel.
Layout desain runway berbentuk bintang david ini jarang digunakan di bandara lain. Walaupun memiliki enam runway namun hanya terdapat tiga arah runway saja karena terdapat tiap dua runway memiliki arah yang sama sehingga jika terjadi perubahan arah angin yang signifikan maka hanya akan ada tiga pilihan arah runway saja. Seperti kita ketahui pesawat akan diarahkan untuk take off atau landing dengan posisi angin bertiup dari arah depan pesawat (headwind). Jika dalam satu tahun terdapat beragam arah angin dengan kecepatan lebih dari 20 knot maka dibutuhkan lebih banyak runway agar bandara tetap dapat digunakan. Jika terdapat enam runway dengan enam arah yang berbeda maka akan meningkatkan prosentase penggunaan runway jika dibandingkan hanya tiga arah. Terlebih lagi pada era 1950-1960 an tidak banyak penerbangan pada tiap jamnya seperti saat ini sehingga penggunaan enam runway dianggap hanya pemborosan anggaran pemeliharaan. Terbukti konfigurasi enam runway ini digunakan hanya sampai tahun 1970-an dan berikutnya LHR hanya menggunakan dua runway saja (runway 09-27). Dua runway ini dikemudian hari diperpanjang hingga 3.600 m dan 3.350 m yang cukup untuk mengakomodasi kebutuhan take-off/landing pesawat terbesar saat ini yaitu airbus A380.
Untuk fasilitas sisi darat LHR dilengkapi lima terminal penumpang yaitu Terminal 1, Terminal 2, Terminal 3, Terminal 4, dan Terminal 5.
Old LHR Terminal
Terminal 1 dioperasikan sejak 1968 hingga tahun 2015. Selama pengoperasiannya Terminal 1 digunakan oleh British Airways dan maskapai internasional lain dengan destinasi medium-long haul. Terminal 1 dihentikan pengoperasiannya untuk menjadi perluasan Terminal 2.
Desain Terminal 1 terlihat mengaplikasikan lima prinsip desain arsitektur modern dari Le Corbusier tahun 1920. Prinsip pertama adalah pilotis yang digunakan sebagai area curbside. Kedua adalah free design of façade terlihat dari fasad eksterior yang terpisah dengan struktur bangunan atau fasad yang bebas kolom-balok struktur bangunan. Ketiga adalah horizontal window sepanjang fasad dari ujung ke ujung, keempat adalah desain atap datar untuk roof garden atau waving gallery, dan kelima adalah desain layout denah yang tidak menggunakan dinding struktur namun menggunakan kolom-kolom sehingga mudah jika harus dilakukan relayout ulang.
The Queen’s Terminal
Terminal 2 atau yang dikenal dengan The Queen’s Terminal terdiri dari Terminal 2A (main building) dan Terminal 2B (concourse) yang kedua terminal ini dihubungkan oleh tunnel. Terminal 2A dioperasikan pada tahun 2013 dan terminal 2B dioperasikan satu tahun kemudian.
Dengan luas mencapai 210.000 m2 atau seluas terminal penumpang Bandara Kulonprogo Yogyakarta, Terminal 2A hasil karya Luis Vidal + Architect ini diproyeksikan akan dapat mengakomodasi hingga 20 juta pax per tahun. Walaupun berbentuk massive glass box dengan ciri khas atap gelombang seperti model atap Bandara Bali, ternyata terminal ini diklaim dapat menghemat energi hingga 40 persen. Pengematan ini salah satunya disumbang oleh desain atap yang memiliki banyak bukaan untuk memasukan cahaya matahari untuk menggantikan pencahayaan buatan di siang hari.
Pemilihan material terlihat sangat memperhatikan kemudahan perawatan tanpa terlalu banyak tambahan-tambahan gimmick untuk mempercantik tampilan interior. Di area boarding tidak terlihat adanya art work atau pemanis lainnya untuk mengesankan penumpang, semua didesain sangat fungsional dan less maintenance.
Terminal 2B yang berfungsi sebagai concourse dari Terminal 2A memiliki luas 80.000 m2 dan panjang 520 meter. Dilengkapi dengan 16 parking stand wide body terminal ini dapat menampung hingga 10 juta penumpang setipa tahunnya. Terminal 2B didesain dengan biaya lebih murah 10% dengan waktu konstruksi yang lebih singkat 25% dibandingkan terminal penumpang lain sehingga langgam/style terminal yang dipilih adalah modern industrialis dan sangat fungsional. Style ini terlihat dari struktur kolom dan balok menggunakan material baja ekspos. Desain interior terlihat perpaduan yang harmonis antara material-material modern seperti fasad kaca, kolom-balok baja, dinding pengisi dengan finishing kayu. Pemilihan material yang digunakan terlihat mengutamakan kemudahan perawatan dan dapat digunakan dalam waktu yang lama. Walaupun sangat terasa konsep industrialnya namun Grimshaw Architect sebagai konsultan desain sangat memperhatikan kenyamanan visual interior terminal dengan pemilihan warna-warna dan lighting yang nyaman seperti warna putih, abu muda, dan warna coklat muda. Pemilihan warna hitam pada kursi semakin memberikan kesan modern dan tidak akan terlihat kotor jika dibandingkan kursi dengan warna-warni. Konsep konstruksi yang digunakan adala pre-fabrikasi agar masa konstruksi lebih cepat dan tidak mengganggu operasional bandara.
Pemilihan konsep desain arsitektur, pemilihan konsep struktur bangunan, dan konsep desain interior terlihat Bandara Heathrow London sangat mengutamakan sisi fungsional dan kemudahan perawatan serta performa bangunan yang siap beroperasi selama 24 jam.
Airportman.id adalah sebuah platform media online. Apa yang membuat kami berbeda dengan platform lain adalah kami berfokus pada dunia bandar udara. Komitmen kami adalah untuk memberikan edukasi dan informasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan industri, teknologi, ekosistem maupun kegiatan di bandar udara. Airportman.id juga menjadi wadah untuk berdiskusi, menyampaikan uneg-uneg, pendapat, kritik, saran maupun gagasan yang membangun untuk memajukan dunia kebandarudaraan di Indonesia dan dunia.