Concorde: Kisah Pesawat Supersonik Bersayap Delta

Photo by Eduard Marmet via Wikimedia Commons

Airportman.id – Mendengar kata Concorde sebagian dari kita kembali diingatkan ke era pesawat penumpang super sonik yang pernah populer pada tahun 80-an hingga 2000-an awal. Pesawat concorde memiliki ciri khas moncong pesawat meruncing dengan sayap model delta tanpa dilengkapi sirip belakang. Didorong empat mesin turbojet afterburner produksi Snecma/Rolls Royce, concorde dapat melesat dengan kecepatan hingga dua kali kecepatan suara dan terbang di ketinggian 60.000 feet. Jika pesawat lain membutuhkan tujuh jam untuk menyeberangi Samudera Atlantik, Concorde hanya butuh waktu separuhnya saja.

Awal mula kisah concorde dimulai dari kesepakatan antara Pemerintah Inggris dan Prancis dengan perusahaan penerbangannya untuk membuat pesawat komersial dengan kecepatan super sonik pada tahun 1950-an. Kedua negara ini membentuk komite untuk mempelajari potensi pengembangan pesawat super sonik dan mencari pabrikan potensial untuk mewujudkannya. Hasil studi dari komite ini salah satunya adalah kajian penggunaan desain sayap delta untuk dapat terbang melebihi kecepatan suara.

Dari studi yang dihasilkan komite pada tahun 1962 kemudian dilanjutkan ke meja desain. Saat itu belum ada satu pun biro desain pesawat dan pabrikan pernah merancang pesawat penumpang komersial yang mampu terbang hingga dua kali kecepatan suara sehingga proyek ini menjadi sebuah tantangan tersendiri. Pada tahun 1965 pembangunan prototipe pesawat dimulai dan rampung empat tahun kemudian. Prototipe pertama, Concorde 001, diproduksi di Tolouse oleh Aerospatiele dan prototipe kedua, concord 002 dirakit di Filton, Inggris oleh BAC (Bristol Aeroplane Company).



Pesawat Concorde memiliki desain yang unik bahkan futuristik pada jamannya. Saat ini pun masih terlihat futuristik karena belum ada pesawat yang lebih modern dengan model seperti Concorde. Untuk menembus dinding batas kecepatan suara di kecepatan 1.225 km per jam, Concorde memiliki moncong dengan desain meruncing bak jarum, badan pesawat didesain seramping mungkin sehingga hanya memiliki empat row kursi penumpang. Dengan moncong yang panjang dan meruncing ini tentu akan menyulitkan pilot untuk melihat landasan ketika akan mendarat sehingga pabrikan membuat mekanisme agar moncong Concorde dapat diturunkan (droop-nose).

Moncong Concorde ketika diturunkan untuk meningkatkan visibilitas pilot ketika landing. (Foto oleh Steve Fitzgerald via Wikimedia Commons)

Untuk menjelajah hingga kecepatan lebih dari Mach 1 (satu kali kecepatan suara) Concorde dibekali sayap berbentuk ogival delta. Bentuk sayap delta ini sebenarnya sudah jamak digunakan untuk pesawat militer seperti pesawat tempur Mirage, MIG 21 Fishbed, dsb. Pesawat mata-mata/spyplane juga ada yang menggunakan desain sayap seperti ini salah satunya adalah SR-71 Blackbird.

Keunggulan dari model sayap delta sehingga banyak digunakan oleh pesawat militer adalah dalam hal kecepatan dan ketinggian. Sayap delta menghasilkan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan jenis sayap lain. Delta wing dapat dengan mudah menembus batas kecepatan suara. Pesawat bersayap delta juga dapat terbang hingga 70.000 feet diatas permukaan laut atau mencapai batas terendah stratosphere. Pada umumnya pesawat penumpang terbang di ketinggian 30.000-40.000 feet saja. Bahkan pesawat mata-mata SR-71 dapat terbang hingga ketinggian 85.000 feet. Ketinggian ini dirasa aman dari jangkauan sergapan rudal atau pesawat tempur milik Uni Soviet.



Selain itu sayap delta memiliki struktur yang lebih sederhana sehingga lebih ringan namun tetap kuat. Kecepatan yang tinggi ini salah satunya disebabkan oleh bentang sayapnya yang lebih pendek dibanding pesawat sejenis sehingga hambatan/drag yang dihasilkan akan lebih rendah. Concorde memiliki bentang sayap/ wingspan hanya 25,4 meter. Jauh lebih pendek dibanding pesawat dengan MTOW yang hampir sama, Boeing B767, yang memiliki bentang sayap hingga 52 meter.

Kekurangan dari desain sayap delta adalah untuk mencapai daya angkat minimal, pesawat harus memiliki angle of attack yang lebih tinggi dibanding pesawat lainnya. Sehingga dalam keadaan statis di darat moncong depan terlihat lebih tinggi dibanding buritannya. Kecepatan lepas landasnya juga lebih tinggi. Jika pesawat lain 140-160 knot namun Concorde membutuhkan kecepatan minimal 220 knot sebelum lepas landas. Pun demikian ketika landing, Concorde membutuhkan kecepatan minimal yang lebih tinggi agar tidak stall/kehilangan daya angkat. Dengan segala persyaratan ini Concorde harus memiliki mesin dengan daya dorong yang cukup kuat untuk menunjangnya ketika lepas landas, terbang jelajah hingga kembali mendarat.

BAC Inggris  dan Aerospatiele Prancis membekali concorde dengan empat mesin turbojet. Mesin turbojet Kerjasama Rolls Royce dan Snecma ini diberi nama Rolls Royce-Snecma Olympus 593. Gaya dorong yang dihasilkan mencapai 169 kN. Mengutip dari www.heritageconcorde.com, Olympus 593 diklaim menjadi mesin yang paling hemat bahan bakar dan cukup reliable untuk digeber hingga kecepatan lebih dari 2.500 km/jam dalam waktu yang lama. Melesat hingga dua kali kecepatan suara, mesin ini membutuhkan avtur 25.000 liter per jam. Namun jika dibandingkan pesawat lain dengan berat MTOW yang hampir sama, misal Boeing B767, jumlah konsumsi mesin Concorde ternyata lima kali lebih banyak. Hal ini akhirnya menyebabkan biaya operasionalnya menjadi sangat tinggi.



Penerbangan perdana Concorde berhasil dilakukan pada 2 Maret 1969 atau hampir dua dekade sejak pengembangan pesawat ini dimulai. Concorde dioperasikan oleh dua maskapai komersial yaitu Air France dan British Airways pada tahun 1976. Masing-masing maskapai ini memesan hanya tujuh unit Concorde saja. Rute penerbangan yang dibuka secara regular adalah penerbangan dari Bandara Heathrow-London dan Bandara Charles De Gaulle-Paris menuju Bandara Dulles-Washington Amerika Serikat. Air France pernah membuka rute unschedulle menggunakan Concorde dari Paris menuju Rio de Janeiro, Brazil.

Pesawat Concorde milik Air France (Foto oleh Ken Rose via Airliners)

Walaupun memiliki banyak keunggulan seperti kecepatan mencapai Mach 2 dan jarak terbang yang cukup jauh, Concorde akhirnya harus dihentikan operasionalnya pada tahun 2003. Penyebab utamanya adalah tingginya biaya operasional sehingga berakibat mahalnya harga tiket. Untuk penerbangan London-New York dibandrol USD 12.500 setara Rp.187,5 juta atau belasan kali lebih mahal dibanding harga tiket maskapai lain yang menggunakan pesawat subsonic seperti Boeing B747 atau Boeing B777. Tingginya biaya operasional selain konsumsi bahan bakar yang berkali-kali lipat juga disebabkan hanya 14 unit Concorde yang laku terjual sehingga harga per unit nya menjadi sangat tinggi dan biaya suku cadang lebih mahal karena harus diproduksi secara eksklusif. kemudian pada akhirnya menyebabkan pabrikan Airbus menghentikan dukungan suku cadangnya. Penghentian operasional ini juga diakibatkan banyaknya komplain dari penduduk sekitar bandara yang didarati oleh Concorde karena getaran dan bunyinya yang sangat bising terutama ketika lepas landas.

Walaupun telah berhenti beroperasi Concorde akan terus dikenang sebagai pesawat penumpang komersial supersonik pertama di dunia yang menjadi tonggak pencapaian manusia untuk terbang semakin cepat dan semakin tinggi bahkan mampu melampaui kecepatan suara.



Picture of Ridwan Harry

Ridwan Harry

Bagikan artikel ini di media sosial Anda:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian